Laman

Minggu, 30 Juli 2017

Mengenal Bulan Hijriah


Sebagai seorang muslim hendaknya kita mengetahui Bulan Hijriah. Penetapan kalender hijriah menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya (seperti penetapan bulan puasa) dan dilakukan pada kekhalifahan Umar bin Khattab r.a., dengan menetapkan peristiwa hijrahnya Nabi ke Madinah. Penetapan 12 bulan ini seperti yang difirmankan dalam Al Qur’an.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At Taubah (9): 36)

Urutan Bulan Hijriah
Bulan Hijriah terdiri dari 12 bulan dengan urutan sebagai berikut :
No.
Nama Bulan
Lama Hari
1
Muharram
30
2
Safar
29
3
Rabiul awal
30
4
Rabiul akhir
29
5
Jumadil awal
30
6
Jumadil akhir
29
7
Rajab
30
8
Sya’ban
29
9
Ramadhan
30
10
Syawal
29
11
Dzulkaidah
30
12
Dzulhijjah
29/(30)
Total
354/(355)

Dari (QS At Taubah (9): 36) terdapat empat bulan terlarang bagi manusia dari total dua belas bulan maka empat bulan yang dimaksud dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai tiga bulan berurutan dan satu bulan yang terpisah, masing-masing Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah)
Secara bahasa atau maknawiah bulan haram adalah bulan yang disucikan dimana orang dilarang berperang kecuali kalau diserang, juga dilarang membunuh binatang darat buruan untuk menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup (suaka margasatwa).
Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. Namin menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh. (QS AL-Baqarah (2) :217)
  
Refrensi :


Rabu, 19 Juli 2017

Mengkaji Jalan Tol Trans Sumatera



Foto Salah Satu Pengerjaan Jalan Tol Trans Sumatera
Sumber : PT. Hutama Karya Infrastruktur



Latar Belakang

Tol Trans Sumatera merupakan proyek yang tak terpisah dengan gagasan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan Pulau Jawa-Sumatera. Di era pemerintahan Presiden SBY, proyek Tol Trans Sumatera merupakan bagian dari Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebuah konsep pembangunan berbasis kawasan. Dalam MP3EI, koridor Sumatera akan menjadi sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi, jaringan jalan tol menjadi konektivitasnya. Koridor Sumatera terhubung dengan JSS dengan koridor Jawa sebagai sentra pendorong industri dan pusat jasa nasional.

Proyek JSS dibatalkan oleh Jokowi di awal pemerintahannya. JSS dianggap bertentangan dengan semangat membangun perekonomian berbasis kemaritiman yang digaungkan Jokowi. Meski JSS batal, proyek Trans Sumatera tetap dilanjutkan. Untuk menghubungkan Jawa dan Sumatera, pemerintah akan memperluas pelabuhan sekaligus memperbanyak kapal penyeberangan di Selat Sunda dari Pelabuhan Bakauheni ke Merak dan sebaliknya.


Sumber Dana

Jalan Tol Trans Sumatera yang menggunakan skema penugasan kepada perusahaan BUMN, PT. Hutama Karya (Persero) memiliki sumber dana dari PMN, Bond Hutama Karya, dan viability gap fund (VGF) untuk 130 km. Sebagaimana dirilis pada http://properti.kompas.com/read/2017/03/24/135041821/hutama.karya.gerilya.cari.dana.tol.trans-sumatera yang dituturkan oleh Direktur Utama  PT. Hutama Karya (Persero), I Gusti Ngurah Putra, di Jakarta, Rabu (22/3/2017), "Modalnya sendiri butuh Rp 50 triliun. Yang sudah ada sekarang dari PMN Rp 5,6 triliun, bond Hutama Karya Rp 6,5 triliun, dukungan dana tunai infrastruktur atau viability gap fund (VGF) untuk 130 kilometer sebesar Rp 13 triliun.” Sedangkan kekurangannya bakal dicari dengan berbagai cara bersama dengan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dari penuturan Direktur Utama  PT. Hutama Karya (Persero), I Gusti Ngurah Putra, sumber dana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang tersedia saat ini dapat dijabarkan sebagai berikut :


Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kekurangan dana saat ini sebesar kurang lebih Rp 25 triliun lagi akan dicari dengan berbagai cara bersama dengan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).


Jumlah Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)

Secara ekonomi, menurut Direktur Utama Hutama Karya I Gusti Ngurah Putra , tol Trans Sumatera sangat dibutuhkan oleh masyarakat di pulau tersebut. Namun secara komersial proyek itu disebutnya memiliki nilai imbal balik investasi yang kecil sehingga dianggap tidak menarik jika dikerjakan oleh perusahaan swasta yang cenderung mengejar keuntungan.

Ia mencontohkan, trafik kendaraan harian yang akan melewati jalan tol Medan-Binjai masih jauh dari target Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) sekitar 17 ribu-18 ribu kendaraan per hari. Sedangkan untuk dianggap proyek menguntungkan, LHR di ruas tersebut harusnya mencapai 20 ribu kendaraan per hari.

Padahal arus lalu lintas Medan-Binjai merupakan yang tertinggi di Sumatera seperti dingkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hediyanto W Husaini di Medan, Senin (29/2/2016) yang dikutip pada http://properti.kompas.com/read/2016/11/19/113807521/ini.ruas.tol.trans.sumatera.yang.beroperasi.2017 . "Arus lalu lintas Medan-Binjai terpadat dengan volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) tertinggi di Sumatera. Disusul Palembang-Indralaya, dan Lampung." 


Data Penduduk

Berdasarkan website dari BPS https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/842 . Kepadatan penduduk Pulau Sumatera apabila dibandingkan Pulau Jawa, Bali, dan NTB sebagai berikut :






Dari Tabel di atas terlihat bahwa rata-rata kepadatan penduduk di Ibukota Negara Indonesia saat ini, DKI Jakarta, hampir 120 kali lipat dibandingkan Pulau Sumatera, Sedangkan Pulau Jawa kepadatan penduduknya sekitar 10 kali lipat dibandingkan Pulau Sumatera. Bahkan apabila dibandingkan dengan Bali dan NTB pun kepadatannya masih kalah cukup jauh.


Kesimpulan

Jalan Tol Trans Sumatera sesungguhnya kurang layak secara ekonomi karena tingkat pengembalian hasil dari investasi jalan tol tersebut sangat kecil. Namun Jalan Tol Trans Sumatera berperan sebagai pemacu tumbuhnya ekonomi di Sumatera.

Selain itu Jalan Tol Trans Sumatera juga bisa sebagai pemerataan pembangunan di Indonesia sehingga diharapkan kepadatan penduduk di Jawa dapat berkurang karena adanya perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Tetapi dengan semboyan sebagian orang Jawa yang masih memiliki anggapan ‘mangan orak mangan seng penting kumpul’ yang diartikan makan tidak makan yang penting bisa berkumpul dengan keluarganya, bisakah pemerataan penduduk dapat terwujud?